Naik turunnya kualitas pendidikan sangat ditentukan banyak factor. Pemerintah sebagai actor utama, dibantu oleh masyarakat sebagai mitra memainkan peranan yang besar dalam menentukan arah pndidikan kita. Pemerintah mengelola sekolah-sekolah negeri sementara masyarakat mengelola sekolah swasta.
Fakta yang ada di dalam masyarakat memperlihatkan antara sekoah negeri dan swasta dalam hal kualitas sudah tidak dapat lagi dibedakan. Ada sekolah swasta yang kualitas pengajaran dan pendidikannya jauh diatas sekolah-sekolah negeri yang mendapat subsidi besar dari pemerintah. Namun kita tidak boleh menutup mata bahwa ada juga sekolah swasta yang hanya mengejar keuntungan semata tanpa memikirkan bagaimana nasib bangsa agar menjadi cerdas.
Undang-undang tentang pendidikan nasional jelas-jelas telah mengemukakan apa yang sesungguhnya ingin dituju dalam hal pendidikan anank bangsa ini kedepan. Secara jelas menyatakan bahwa “ pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan tang naha Esa, berakhalak mulia, sehat, berilmu, cakap,kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis, serta bertanggungjawab”. Bunyi undang-undang ini mengandung makna yang luar biasa jika dapat diterapkan dengan baik dan benar oleh pengelola pendidikan yang ada di tanah air ini.
Pelajaran agama yang membangun dan menbentuk kepribadian mempunyai porsi yang sangat kecil dalam kebulatan sebuah kurikulum yang ada. Pelajaran agama misalnya hanya diberi beban sebesar 2 kredit atau setara dengan 100 menit tatap muka setiap sekali pertemuan untuk lembaga-lembaga pendidikan yang nonagama. Adapun sekolah yang bercirikan agama porsi mata pelajaran mata pelajaran agama memang cukup besar bobotnya, namun fakta dlapangan menunjukkan bahwa inipun tidak dapat menjamin anank didiknya menjadi lebih naik dan benar prilakunya disbanding anak yang bercirikan agama.
Untuk menjaring pesert didik yang cerdas, biasanya dilakukan seleksi yang cukup ketet. Bukankah tujuan pendidikan nasional akan menghasilkan anak cerdas ? dalam proses akhir sebuah pendidikan dilakukan ujian baik ujian sekolah maupun ujian nasional. Seleksi ujian masuk maupun ujian akhir dilakukan mulai tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Meskipun demikian, ujian nasional baik tingkat sekolah sekolah menengah atas maupun menengah pertama meninggalkan banyak masalah. Adanya rasa kurang percaya diri dari peserta didik dalam menempuh ujian akhir sehinggah melakukan cara-cara yang tidak benar.
Dikatakan terjadinya kebocoran soal yang jawabannya disebarkan melalui telpon genggam. Belum lagi upaya guru agar seluruh peserta didiknya dapat lulus menempuh ujian turut melakukan tindakan yang tidak terpuji.
Pertarungan gengsi bagi sekolah agar mampu meluluskan pesert didiknya dalam jumlah yang besar walaupun dengan cara yang tidak mendidik. Guru dan peserta didik tidak menunjukkan ciri sebagai orang yang berakhlak mulai. Terdapat kreativitas yang dikembangkan namun tidak berada dalam aturan yang diharapkan. Sekolah ataupun lembaga pendidikan tidak dapat memenuhi harapan undang-undang sebagaimana yag telah diamanahkan. Tampaknya tidak ada perbedaan yang berarti antara lembaga pendidikan yang bercirikan agama disbanding yang nonagama.
Lembaga pendidikan yang bercirikan agama terkadang peserta didiknya menunjukkan prilaku yang sangat diluar kewajaran. Berbagai rekaman sejarah dalam peristiwa menunjukkan bahwa peserta didik yang bergelar mahasiswa terkadang sebagai motor penggerak dalam sebuah perubahan. Namun tidak sedikit pula yang menorehkan duka dan derita akibat gerakan mahasiswa tersebut. Anarkisme dalam metode penyalesaian masalah bias dijadikan sebagai cara yang dianggap efektif dalam sebuah gerakan. Barulah mereka merasa puas bila akhir dari gerakannya menimbulkan kerusakan bagi pihak-pihak tertentu.
Pertikaian antar sesama mahasiswa terkadang hanya factor sepele saja. Namun karena goyangnya moral mahasiswa sehingga mengabaikan nilai-nilai yang ada, maka penyelesaiannya biasa berakhir dengan anarkisme. Seharusnya mahasiswa lebih dapat mengontrol emosi dan tindakannya. Bukan justru menunjukkan kebodohan dan kepicikan dalam berpikir dan bertindak.
Belakangan ini unsur mahasiswa mulai dimasuki oleh gerakan radikal yang ingin mendirikan Negara dalam Negara . ada beberapa perguruan tinggi di indonesia yang terindikasi dan terbukti telah terbius oleh gerakan yang menamakan dirinya kelompok dari Negara islam Indonesia (NII). Proses cuci otak dilakukan kepada mahasiswa yang telah terbius agar mengkafirkan semua orang yang berada di luar kelompoknya.
Lembaga pendidikan telah dimasuki oleh berbagai kepentingan yang ada. Boleh saja itu berkaitan dengan kepentingan gerakan internasioanal, dapat juga yang sifatnya nasional bahkan local. Padahal semestinya sebagai lembaga pendidikan suci dari berbagai kepentingan yang dapat merusak tujuan pendidikan itu sendiri.
Para tokoh pendidik yang turut menbangun Negara dan bangsa ini akan bersedih melihat nasib bangsa kita dalam dunia pendidikan. Cita-cita suci pendidikan telah melenceng dari arah yang ditetapkan. Namun, semua itu dikembalikan kepada kita sendiri akankah membiarkan dunia pendidikan ini mengalami keterpurukan dalam menghadapi era persaingan yang sangat ketat ini.